Gunugn Prau dan Bukit Sikunir berada di dataran tinggi Dieng http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Prahu
Gw emang salah seorang pendaki gunung, meskipun ga ulung dan masih sedikit puncak gunung yang taklukin tapi setiap tahunnya wajib bagi gw dan kawan - kawan untuk menanjak ke tempat yang sekian ribu meter di atas permukaan laut. Dan kali ini gw melakukan ekspedisi ke Gunung Prau, meskipun tinggi gunung ini ga seperti gunung-gunung lain yang menawarkan ketinggian dan perjalanan yang lama tapi gunung ini memiliki eksotika tersendiri.
PERJALANAN DAN PENDAKIAN KE GUNUNG PRAU
Jumat, 7 November 2014
Berangkat jam 4 pagi dari rumah gw di daerah Kebagusan, kami 11 orang melakukan perjalanan ke Stasiun Senen dengan mencarter angkot dan sampai di sana sekitar jam 5 pagi. Dari Stasiun Senen gw melanjutkan perjalanan ke Purwokerto dengan kereta Kutojaya Utara dengan harga 40 ribu/orang untuk kelas ekonomi. Banyak perubahan di kereta api kelas ekonomi sekarang, lebih bersih dan teratur, bahkan sekarang kita bisa charger hape/laptop karena ada stop kontak tiap bangkunya yang udah dinomerin per orang.
|
Suasana dalam kereta |
Jarak waktu sekitar 5 jam udah terlewatin dan rombongan gw pun sampe di Purwokerto jam 11 siang. Setelah sampe di sana, kita bersih-bersih, cuci muka dan sebagainya, abis itu kita lanjut cari makan, ga jauh sekitar 100 meter dari stasiun ada warung makan berjejer di pinggir jalan. Kita pun makan di salah satu warung makan, harganya 8 ribu nasi rames lauk telur dan 15 ribu nasi rames lauk ayam, abis makan kita bagi-bagi tugas dan karena itu hari jumat temen-temen yang muslim pun sholat jum'at. Gw, Dito, Nia, Wita, Anis dan Dian belanja ke Pasar Manis kurang lebih 300 meter dari tempat kita makan, sedang Gentur, Wawan, Rezon dan Wawan jagain tas serta cari kendaraan buat selanjutnya kita ke Wonosobo dan Fandi juga Guntur, mereka sholat jumat di mesjid stasiun.
Sekitar 1 jam kemudian kita kumpul balik lagi di warung tempat kita makan, setelah pamitan sama ibu yang punya warung, kita pun naik angkot ke terminal Bulu Pitu pake angkot yang ada tanda G ditrayeknya, harganya 3 ribu/orang sampe terminal.
Di terminal, kita langsung ditawarin naik bis jurusan Wonosobo, kalo ga salah nama bisnya "Cebong Jaya" harganya sampe pertigaan yang mau ke Dieng sekitar 27 ribu/orang dan perjalanan memakan waktu sekitar 3,5 jam. Di dalem bis, banyak kearifan lokal yang gw temuin, entah karena tau kita pendatang jadi orang-orang pun agak menyapa kita dengan hangat dan ngajak ngobrol bahkan sampe memberikan makanan khas daerah sana kaya gethuk goreng maupun kue sagu dengan gratis! Dan akhirnya kita sampe di pertigaan antara Wonosobo dengan Dieng, di sana kita nunggu bis dengan makan mie onklok, mie rebus dengan kuah kental rasa sapi yang dimakan dengan sate, harganya kita pesen 2 mangkok dan 10 tusuk hanya 30 ribu rupiah. Kita sampe sekitar jam 6 sore di pertigaan itu, dan udah ga ada bis yang menuju ke Dieng, dan akhirnya kita sewa bis ke Patak Banteng, yang merupakan basecamp pendakian Gunung Prau, harganya 23 ribu/orang. Perjalanan dari pertigaan tersebut ke Patak Banteng sekitar 1 jam.
Tiba di Patak Banteng, kita langsung melakukan pendaftaran di basecamp dan membayar retribusi sekitar 6 ribu rupiah, di sana kami juga siap-siap perlengkapan untuk mendaki. Oh ya di basecamp tersebut, KTP koord tim ditahan sebagai jaminan buat kita membawa turun sampah yang kita bawa. Sehabis siap-siap kita makan malam dulu sebelum menanjak. Tepat jam setengah 10 malem kita start pendakian dengan menyusuri kampung dan melewati jalan pintas dengan mendaki tangga yang cukup menguras tenaga, sekitar 20 menit kami sampai di Pos 1 "Sikut Dewo", buat sampe ke pos 1 bisa naik ojek, kalo ga salah harganya 10 ribu dari basecamp. Kita Istirahat sekitar 3 menit dan lanjut jalan ke pos 2 yang udah mulai tracking tanah.
Dalam perjalanan pertama udah cukup terjal juga perjalanan karena mungkin abis ujan jadi agak licin, dan ga jauh dari pos satu juga ada warung yang siapin jasa porter. Kita pun terus berjalan hampir ga ada bonus dalam perjalanan ini. Kira-kira 45 menit kita sampe di Pos 2. Bukan perjalanan yang mudah untuk sampe ke pos 2, kami sempat break beberapa kali untuk ambil nafas. Setelah istirahat sekitar 5 menit kita lanjut ke pos 3.
Menuju pos 3, kita masuk ke dalam hutan yang ga begitu lebat namun rindang. Yak perjalanan pun ga berkurang bebannya tapi malah justru makin menanjak! Hampir mau 1 jam perjalanan kita akhirnya sampe di Pos 3 "Cacingan". Lebih lama dari perjalanan pos ke pos sebelumnya karena memang track perjalanan yang cukup terjal. Yap! dari pos 3 inilah pendakian sesungguhnya dimulai. Track perjalanan yang terjal, licin dan hanya ada beberapa pohon serta alat bantu yang udah mulai rusak membuat kami dan pendaki lain cukup kesusahan. Waktu yang kami habiskan sampe ke puncak sekitar 1 jam 15 menit. Jadi total perjalanan dari Basecamp Patak Banteng sampe ke puncak Prau 3 jam 30 menit.
Kami pun mendirikan tenda di sebelah kiri dari jalur pendakian, karena cukup banyak tenda yang berdiri. Ya di akhir pekan seperti hari jumat ini biasanya Prau didaki sekitar kurang lebih 1000 orang dan apabila malam minggu bisa sampe 3000 orang.
Sabtu, 8 November 2014
Setelah tendanya dibangun, kami mulai memasak makanan agar perut ga kosong, masak indomie adalah yang paling praktis dilakuin. Kami tidur sekitar jam setengah 3 pagi dan berharap bisa bangun untuk kejar matahari terbit di Gunung Prau.
Siang sekitar jam 11, kami mulai packing untuk turun dan sebagian masak buat makan siang.
|
Ayo memasak |
|
Suasana packing |
|
This is US! COMPLETELY SQUAD |
Sehabis makan siang sekitar jam 2 siang, kami mulai turun dari puncak dan kami merupakan rombongan yang terakhir turun karena kebanyakan pendaki hanya satu malam menginap di puncak ini. Perjalanan turun kami tempuh 2 jam perjalanan karena harus bergantian dengan para pendaki yang ingin mencapai puncak Prau. Kami menempuh jalu yang sama dengan jalur kami naik (Patak Banteng) karena kami belum tau jalur lain untuk turun, meskipun banyak pendaki yang mengambil jalur turun yang berbeda dengan jalur pendakian, yang biasa dilewati adalah jalur turun menuju Dieng. Kami pun sampai di basecamp sekitar jam 4 sore dan kemudian melakukan registrasi ulang di pendaftaran dan makan lalu bersih-bersih.
MENGEJAR MATAHARI DI DESA TERTINGGI PULAU JAWA
Setelah pendakian, nampaknya terasa kurang kalo udah di Dieng tapi ga ke Bukit Sikunir itu yang jadi pemikiran temen-temen dan memang udah jadi rencana dari awal. Rencana awal kita akan buka tenda di sekitar Telaga Cebong, namun karena kondisi fisik yang udah ga meyakinkan karena beberapa temen baru pertama kali mendaki gunung, kita memutuskan buat cari home stay dan waktu pagi kita berangkat ke Bukit Sikunir.
Akhirnya setelah melakukan tawar menawar dengan salah seorang warga, maka kami deal buat penginapan yang berbentuk rumah dan transport PP ke Bukit Sikunir dengan harga 500 ribu rupiah. Harga itu buat kami termasuk murah karena untuk transport PP ke Bukit Sikunir sekitar 200 ribu/rombongan. Dan kami pun beristirahat.
Jam setengah 3 pagi kami dijemput mobil pick up untuk berangkat ke Bukit Sikunir, menurut ranger kenalan kami, Ahmad, jam segitu di sana sudah penuh dan antri untuk sampai ke puncaknya. Kami pun berangkat dan sampai di sana sekitar 30 menit kemudian. Di sana terdapat biaya retribusi 5000 rupiah/orang dan parkir mobil 5000 rupiah. Kami pun berangkat dari parkiran menuju Bukit Sikunir yang sudah ramai dipenuhi para pengerjar matahari. Jarak dari tempat parkir sampe start mau penanjakan sekitar 1 KM. Di tempat penanjakan kami mengantri untuk naik sampai di alun-alun Bukit Sikunir, untungnya kami bersama Ahmad jadi kami melalui jalan pintas yang lebih sepi namun lebih terjal dan licin. Sekitar 30 menit kami sampai di alun-alun Bukit Sikunir.
Bukit Sikunir ini terkenal karena Golden Sunrise dan merupakan puncak desa tertinggi di pulau Jawa. Namun sayang, kabut menutupi sang matahari ketika muncul, jadi kami hanya berfoto saja.
|
Walaupun ketutup kabut tapi masih keliatan lah sedikit |
|
Ahmad, Sang Ranger |
|
Foto sebelum turun gunung |
Setelah puas berfoto bersama dan pribadi kami pun turun dari sana sekitar jam 7. Kami mengambil jalur yang berbeda dengan pendakian, melalui jalur umum dan tentu saja penuh antrian orang yang mau turun. Ahmad, sang ranger, lagi-lagi menuntun kami melalui jalan pintas, bukan jalur normal tapi menerobos alang-alang maupun pohon-pohon, alhasil kami cukup cepat sampai di tempat start pertama untuk pendakian, kami pun beristirahat sejenak sambil mendengarkan pengamen angklung, ga jarang juga kami bergoyang bersama pendaki lainnya. Sekitar 1 jam kami beristirahat, kami pun kembali ke parkiran dan kemudian pulang ke home stay untuk sarapan dan siap-siap untuk pulang.
Sekitar jam 12 siang kami turun ke Purwokerto dengan menyewa bis mikro dengan harga 675 ribu rupiah dan tidak lupa membawa oleh-oleh Carica yang katanya hanya ada di Dieng. Sekitar 4 jam perjalanan kami sampai di Stasiun Purwokerto dan melanjutkan perjalanan dengan kereta Serayu pukul 17.30 dan sampai di Jakarta pukul 03.30. Nia dan Guntur turun di Stasiun Keranji sedang sisanya kami turun di Stasiun Jatinegara untuk langsung ke rumah saya dan kemudian pulang ke rumah masing-masing.
Satu hal yang masih mengganjal buat gw ketika pendakian ke Gunung Prau, yaitu para pendaki sepertinya tidak mengidahkan keselamatan diri sendiri. Kenapa gw bisa bilang kaya gitu? Sepanjang sejarah pendakian yang gw lakukan, ga pernah ketemu pendaki pake celana jeans ataupun sepatu teplek buat cewe. Kenapa celana jeans dan sepatu teplek? entah ga tau jawaban pasti, tapi yang jelas celana jeans membuat pergerakan cukup susah dan lebih menyerap dingin dan sepatu teplek ga menjaga telapak serta kaki lo ketika mendaki, mungkin gunung ini pendek dan ga terlalu terjal tapi tetep aja keselamatan adalah tanggung jawab pribadi. Dan juga ketika malem minggu, Gunung Prau membludak dengan pendaki, mungkin buat jangka panjang hal itu akan menjadi gangguan bagi habitat tumbuhan serta binatang di sana, ada baiknya pendakian dibatasi jumlahnya.
Semoga kita bisa terus menjaga alam Indonesia ini.
#Gwbukanturistapigwpetualang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar